Senin, 16 Maret 2009






BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluur yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa lampau, karena dengan mengembalikan keapaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme rnemandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebuoayaan dan pendidikan zaman sekarang. Dari pendapat ini sangatlah tepat jika dikatakan bahwa perenialisme mcmandang pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan kebudayaan sekarang (zaman modern) in terutama pendidikan zaman sekarang ini perlu dikembalikan kemasa lampau.
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, di mana susunannya itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk bersikap yang tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat khususnya filsafat pendidikan.
Setelah perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup berat timbulah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat sebagai suatu azas yang komprehensif Perenialisme dalam makna filsafat sebagai satu pandangan hidup yang bcrdasarkan pada sumber kebudayaan dan hasil-hasilnya.
AristotelesFilsafat perenialisme terkenal dengan bahasa latinnya Philosophia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan oleh St. Thomas Aquinas sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13. Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata) tetapi telah berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang.
Jadi sikap untuk kembali kemasa Iampau itu merupakan konsep bagi perenialisme di mana pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini. PlatoAsas-asas filsafat perenialisme bersumber pada filsafat, kebudayaan yang mempunyai dua sayap, yaitu perenialisme yang theologis yang ada dalam pengayoman supermasi gereja Katholik, khususnya menurut ajaran dan interpretasi Thomas Aquinas, dan perenialisme sekular yakni yang berpegang kepada ide dan cita filosofis Plato dan Aristoteles. Pendapat di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan H.B Hamdani Ali dalam bukunya filsafat pendidikan, bahwa Aristoteles sebagai mengembangkan philosophia perenis, yang sejauh mana seseorang dapat menelusuri jalan pemikiran manusia itu sendiri. ST. Thomas Aquinas telah mengadakan beberapa perubahan sesuai dengan tuntunan agama Kristen tatkala agama itu datang. Kemudian lahir apa yang dikenal dengan nama Neo-Thomisme. Tatkala Neo-Thomisme masih dalam bentuk awam maupun dalam paham gerejawi sampai ke tingkat kebijaksanaan, maka ia terkenal dengan nama perenialisme. Pandangan-pandangan Thomas Aquinas di atas berpengaruh besar dalam lingkungan gereja Katholik. Demikian pula pandangan-pandangan aksiomatis lain seperti yang diutarakan oleh Plato dan Aristoteles. Lain dari itu juga semuanya mendasari konsep filsafat pendidikan perenialisme.
Neo-Scholastisisme atau Neo-Thomisme ini berusaha untuk menyesuaikan ajaran-ajaran Thomas Aquinas dengan tuntutan abad ke dua puluh. Misalnya mengenai perkembangan ilmu pengetahuan cukup dimengerti dan disadari adanya. Namun semua yang bersendikan empirik dan eksprimentasi hanya dipandang sebagai pengetahuan yang fenomenal, maka metafisika mempunyai kedudukan yang lebih penting. Mengenai manusia di kemukakan bahwa hakikat pengertiannya adalah di tekankan pada sifat spiritualnya. Simbol dari sifat ini terletak pada peranan akal yang karenanya, manusia dapat mengerti dan memaham'i kebenaran-kebenaran yang fenomenal maupun yang bersendikan religi (Bamadib, 1990: 64-65).
Jadi aliran perenialisme dipakai untuk program pendidikan yang didasarkan atas pokok-pokok aliran Aristoteles dan S.T Thomas Aquinas.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah perenialisme itu?
2. Bagaimanakah Pandangan Perenialisme Dalam Agama?
3. Bagaimanakah Pandangan Perenialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan?
4. Bagaimanakah Sikap dan Prilaku Kita Terhadap Aliran Perenialisme?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari masalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui ruang lingkup dari perenialisme.
2. Untuk mengetahui hubungan perenialisme dalam agama.
3. Untuk mengetahui penerapan perenialisme dalam bidang pendidikan.
4. Untuk mengetahui sikap dan prilaku kita dalam menanggapi aliran perenialisme.

1.4 Manfaat
Dari makalah ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi pemahaman dan pengetahuan kita dalam menyikapi arti dan makna tentang perenialisme itu sendiri.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Apakah Perenialisme Itu?
Perenialisme merupakansuatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata perennial yang berarti abadi, kekel, atau selalu. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. perenialisme menentang pandangan progresifisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru.
Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan tidak ada satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian tujuan pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukaan pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat perhatiannyapada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memendang pendidikansebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang dalam kebuyaan ideal.
1. Pandangan menenai kenyataan
Perenialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia terutama adalah janinan bahwa reality is universal that is every where and at every moment the same (2:299) realita itu bersifat universal bahwa realita itu ada dimana saja dan sama di setiap waktu.
2. Pandangan mengenai nilai
Perenialisme berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritua, sebab hakikat manusia adalah pada jiwanya.Sedangkan perbuatannya merupakan pancaran isi jiwanya yang berasal dari dan dipimpin oleh Tuhan.
3. Pandangan mengenai pengetahuan
Kepercayaan adalah pangkal tolak perenialinme mengenai kenyataan dan pengetahuan. Artinya sesuatu itu ada kesesuaiannya antara piker (kepercayaan) dengan benda-benda. Sedang yang dimagsud benda adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip keabadian.
4. Pandangan tentang pendidikan
Teori atau konsep pendidikan perenialaisme dilatarbelakangi oleh filsafat-filsafat plato sebagai Bapak Idealisme Klasik, filsafat Aristoteles sebagai Bapak Realisme Klasik, dan Filsafat Thomas Aquina yang mencoba memadukan antara filsafat Aristoteles dengan dengan ajaran Gereja Katolik yang tumbuh pada zamannya.
5. Pandangan mengenai belajar
Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah mental disiplin sebagai teori dasar penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berfikir (mental dicipline) Dlah salah satu kewajiban dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi). Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan kemampuan.

2.2 Pandangan Perenialisme Dalam Agama
Perenialisme artinya adalah kebenaran abadi, Tuhan-lah kebenaran abadi itu. Dialah yang telah menciptakan manusia berdasarkan fitrah-Nya, fitrah yang menjadi penerang jalan bagi manusia mengenal Tuhannya. Demikianlah Perenialisme menjadi prinsip yang meyakini bahwa kebenaran abadi itu sesuatu yang niscaya telah ada di dalam diri manusia sebagaimana Tuhan menyatakan di dalam firman-Nya bahwa manusia tercipta oleh fitrah-Nya. Fitrah itulah jalan lurus yang diberikan Tuhan kepada manusia agar sampai kepada-Nya. Maka hendaklah manusia tetap berpegang teguh pada fitrah itu karena di sanalah jalan keselamatan itu. Perenialisme sebagai sebuah keyakinan mengimani bahwa seluruh agama, seluruh kepercayaan yang mengajak umatnya hidup dalam kesucian sambil berupaya mewujudkan kemaslahatan dan kebaikan umat manusia, niscaya berasal dari Tuhan yang sama adanya. Namun simbol-simbol yang dipakai setiap agama memang berbeda, disesuaikan dengan lingkungan dan kebudayaan Utusan Tuhan yang membawanya.
Malaikat Jibril lah yang menuntunkan kepada kaum Eden sehingga kaum Eden meyakini bahwa sesungguhnya Tuhan menciptakan banyak jalan keselamatan dan tidak hanya satu jalan. Dahulu, sebelum berkenalan dengan pengajaran Malaikat Jibril di Eden, kaum Eden adalah umat Islam kebanyakan yang meyakini bahwa hanya dengan ajaran Islam lah seseorang sampai kepada Tuhan, dan barangsiapa yang tidak menjadikan Islam itu sebagai agamanya, maka tiadalah diterima amal perbuatannya dan dia termasuk orang-orang yang merugi. Tapi Malaikat Jibril menunjukkan kepada kaum Eden bahwa keyakinan semacam itu adalah kesempitan dan kesalahan di mata Tuhan. Malaikat Jibril menuntun kaum Eden untuk mengenali ayat demi ayat di dalam kitab suci Al Quran sehingga sampailah kaum Eden pada pemahaman bahwa Islam yang rahmatan lil alamin sebagaimana yang diinginkan Tuhan adalah Islam yang Perenial, yang lapang hati terhadap umat agama lain.
Tuhan mengutus banyak nabi sebagaimana banyaknya kaum di muka bumi ini. Demikianlah keragaman jalan (agama) itu tercipta seperti keragaman budaya dan bahasa tercipta. Betapapun jalan-jalan itu berbeda, namun hakikatnya satu adanya sebagaimana berbedanya satu bahasa dengan bahasa yang lainnya adalah sebuah keniscayaan. "Meja” kata orang Indonesia, “Maktab” kata orang Arab, “Table” kata orang Inggris; namun bukankah istilah itu menunjuk pada hakekat yang sama? Semua ajaran yang melahirkan kemaslahatan bagi kehidupan manusia niscaya dari Tuhan yang sama. Niscaya Jibril jualah yang membawakan wahyunya. Kaum muslim menyebut pembawa wahyu Tuhan itu dengan nama Jibril, umat Kristen lebih akrab dengan Ruhul Kudus, orang Hindu menyebutnya Dewa Wisnu dan Dewa Surya. Sesungguhnya semua itu sama maknanya karena sesungguhnya Jibril itu sendiri adalah ruh matahari, Roh yang Suci dan dialah Perintah dan Firman Tuhan. Maka, Malaikat Jibril menasihatkan agar umat beragama tak ribut karena bahasa dan simbol yang berbeda, padahal hakikat yang dimaksud adalah sama dan satu adanya. Seberapa banyakkah jalan Tuhan itu? Sebanyak nafas makhluk-Nya. Maka, Malaikat Jibril menasihatkan agat tak membatasi jalan-jalan Tuhan karena semua jalan menuju Tuhan yang dihikmati adalah jalan Ilahiyah.
Selain mengajarkan Al Quran, Malaikat Jibril juga mengajarkan ayat-ayat Tuhan di dalam kitab-kitab suci lainnya. Dari pengajaran Jibril itu kaum Eden mengenal ajaran-ajaran Tuhan di luar ajaran Islam yang tidak dikenal sebelumnya.
Sungguh, melalui pengajaran Jibril itu kaum Eden bersaksi serta melihat Kebesaran, Keadilan dan Kemaha Pengasihan Tuhan terhadap seluruh umat-Nya. Melalui keyakinan dan pemahaman Islam perenial ini, kaum Eden menjadi lebih tenteram, damai, penuh kasih dan jauh dari sifat sombong, dan merasa diri paling benar. Maka, Malaikat Jibril menasihatkan kepada umat beragama agar menyatukan hati dan berbahasa hati serta bersepakat di dalamnya. Dan agar umat beragama menjadikan bahasa lahir yang dimiliki umat manusia sebagai keragaman dan kekayaan besar dari Tuhan yang Maha Agung. Keragaman melahirkan dinamika, keragaman melahirkan banyak warna. Sungguh Malaikat Jibril mengajarkan perenialisme sebagai kebenaran abadi. Sungguh kaum Eden diajarkan dan disucikan dari segala keegoan agama.
Di dalam lubuk hati kaum Eden yang terdalam, tak ada perasaan bahwa kaum Eden lebih mulia dari umat Islam, Kristen, Hindu atau Buddha. Di Eden, Malaikat Jibril mengajarkan kaum Eden untuk membaca seluruh kitab suci Tuhan dari Veda, Bagavad Gita, Dhammapada, Injil, Al Quran. Bagi kaum Eden, semua kitab suci itu adalah kitab suci Tuhan yang saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Tak ada yang lebih tinggi dan lebih mulia dari yang lainnya. Perenialisme yang diajarkan Malaikat Jibril membuat kaum Eden memuliakan semua Rasul Tuhan sejak Sidharta Gautama hingga Muhammad, namun terlarang bagi kaum Eden mengkultuskan para utusan itu.
Kaum Eden sama sekali tak diperkenankan untuk meminta berkah dari para rasul itu karena sesungguhnya berkah itu hanya boleh kami minta dari Dia yang Esa semata. Malaikat Jibril pun senantiasa memesankan kepada kaum Eden agar tak sampai jatuh pada keegoan kebenaran karena di sanalah awal kejatuhan semua pengikut ajaran Tuhan. Demikianlah kaum Eden dibawa menyampaikan risalah Islam yang perenial ke pesantren-pesantren dan organisasi-organisasi Islam. Demikian pula kaum Eden bersilaturahmi ke gereja-gereja, pura dan vihara untuk membawakan salam perdamaian dari Tuhan untuk seluruh umat beragama. Semua itu adalah bagian dari amanah Tuhan yang harus dibawakan kaum Eden karena Tuhan ingin menyatakan bahwa perenialisme dan wajah agama yang perenial-lah yang dikehendaki Tuhan sebagai ajaran-Nya di penghujung akhir zaman ini. Karena perenialismelah yang dijaminkan Tuhan untuk menyatukan dan mempersaudarakan seluruh umat dan bangsa dalam perdamaian. Demikianlah kami kaum Eden menjadikan perenialisme sebagai ajaran Tuhan pada masa kini yang harus disebarkan kepada seluruh umat manusia

2.3 Pandangan Perenialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut epistemologi Thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika pada pikiran manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh.
Jadi epistemologi dari perenialisme, harus memiliki pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode dedduksi, yang merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki, dan tujuan dari epistemologi perenialisme dalam premis mayor dan metode induktifnya sesuai dengan ontologi tentang realita khusus. Menurut perenialisme penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Prinsip-prinsip pertama mampu mempunyai penman sedemikian, karena telah memiliki evidensi diri sendiri.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk men gadakan penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan suatu paham.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.
Dengan mengetahui rulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lamp au yang telah dipikirkan oleh orang-orang besar.
2. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya¬karya tokoi1 terse but untuk diri sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya buahpikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli terse¬but dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka sendiri, dan sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai dengan aliran filsafat pereni¬alisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. ladi akal inilah yang perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tug as pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
Adapun mengenai hakikat pendidikan tinggi ini, Robert Hutchkins mengutarakan lebih lanjut, bahwa kalau pada abad pertengahan filsafat teologis, sekarang seharusnya bersendikan filsafat metafisika. Filsafat ini pada dasarnya adalah cinta intelektual dari Tuhan. Di samping itu, dikatakan pula bahwa karena kedudukan sendi-sendi tersebut penting maka perguruan tinggi tidak seyogyanya bersifat utilistis.
Dari ungkapan yang diutarakan oleh Robert Hutchkins di atas mengenai hakikat pendidikan tinggi itu, jelaslah bahwa pendidikan tinggi sekarang ini hendaklah berdasarkan pada filsafat metafisika yaitu filsafat yang berdasarkan cinta intelektual dari Tuhan. Kemudian Robert Hutchkins mengatakan bahwa oleh karena manusia itu pada hakikatnya sama, maka perlulah dikembangkan pendidikan yang sama bagi semua orang, ini disebut pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum yang satu serta proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan sifat tiap individu, diharapkan tiap individu itl! terbentuk atas dasar landasan kejiwaan yang sama.

2.4 Sikap dan Prilaku Kita Terhadap Aliran Perenialisme
1. Pandangan secara Ontologi
Ontologi perennialisme terdiri dari pengertian-pengertian seperti benda individuIl, esensi, aksiden dan substansi. Perennialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah ini. Benda individual disini adalah bend a sebagaimana nampak diha¬dapan manusia dan yang ditangkap dengan panca indera seperti batu, lembu, rumput, orang dalam bentuk, ukuran, warna dan aktifitas tertentu.
Misalnya bila manusia ditinjau dari esensinya adalah makhluk berpikir. Adapun aksiden adalah keadaan-keadaan khusus yang dapat berubah-ubah dan yang sifatnya kurang penting dibandingkan dengan esensial, misalnya orang suka bermain sepatu roda, atau suka berpakaian bagus, sedangkan substansi adalah kesatuan dari tiap-tiap individu, misalnya partikular dan uni versal, ma¬terial dan spiritual. Jadi segala yang ada di alam semesta ini seperti halnya manusia, batu bangunan dasar, hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya mem¬pakan hal yang logis dalam karakternya. Setiap sesuatu yang ada, tidak hanya merupakan kambinasi antara zat atau bend a tapi merupakan unsur patensiaJitas dengan bentuk yang merupakan unsur aktualitas sebagaimana yang diutarakan aleh Aristateles tetapi ia juga merupakan sesuatu yang datang bersama-sama dari sesuatu "apa" yang terkandung dalam inti (essence) dan potensialitas dengan tindakan untuk "berada" yang merupakan unsur aktualitas sebagaimana yang diungkapkan oleh ST. Thomas Aquinas.
Uraian di atas sejalan dengan apa yang dikatakan I.R Poedjawijatna bahwa esensi dari pada kenyataan itu adalah menuju ke arah aktualitas, sehingga makin lama makin jauh dari patensialitasnya. Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah patensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Misalnya meskipun manusia dalam hidupnya jarang dikuasai oleh sifat eksistensi kemanusiaan, tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauan¬nya, Schula ini dapat dikurangi. Hal-hal yang bersifat partikular yang merintangi kehidupan dapat diatasi. Maka dengan peningkatan suasana hidup spiritual ini manusia dapat makin mendekatkan diri kepada gerak yang tanpa gerak itu, ialah tujuan dan bentuk terakhir dari segalanya. Jadi dengan demikian bahwa segala yang ada di alam ini terdiri dari materi dan bentuk atau badan dan jiwa yang disebut dengan substansi, bila dihubungkan dengan manusia maka manusia itu adalah patensialitas yang di dalam hidupnya tidak jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan, tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan kemauannya semua ini dapat diatasi. Maka dengan suasana ini manusia dapat bergerak untuk menuju tujuan (teleologis) dalam hal ini untuk mendekatkan diri pada supernatural (Tuhan) yang merupakan pencipta manusia itu sendiri dan merupakan tujuan akhir.
2. Pandangan Epistemologis Perennialisme
Perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian an tara pikir dengan benda-benda. Benda-benda disini maksudnya adalah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian. lni berarti bahwa perhatian mengenai kebenaran adalah perhatian mengenai esensi dari sesuatu. Kepercayaan terhadap kebenaran itu akan terlindung apabila segala sesuatu dapat diketahui dan nyata. Jelaslah bahwa penge¬tahuan itu inerupakan hal yang sangat penting karena ia merupakan pengolahan akal pikiran yang konsekuen.
Menurut perenialisme filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science sebagai ilmu pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat analisa empiris kebenarannya terbatas, relatif atau kebenaran probability. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat anological analysis, kebenaran yang dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan dengan hukum-hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa kesimpulannya bersifat mutlak asasi.
3. Pandangan Aksiologi Perennialisme
Perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan azas-azas supernatural, yakni menerima universal yang abadi. Dengan azas seperti itu, tidak hanya ontologi dan epistemologi yang didasarkan atas prinsip teologi dan supernatural, melainkan juga aksiologi. Khususnya dalam tingkah laku manusia, maka manusia sebagai subyek telah memiliki potensi-potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping itu adapula kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik.
Masalah nilai itu merupakan hal yang utama dalam perenialisme, karena ia berdasarkan pada azas-azas supernatural yaitu menerima universal yang abadi, khususnya tingkah laku manusia. Jadi hakikat manusia itu yang pertama-tama adalah pada jiwanya. Oleh karena itulah hakekat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatan-perbuatannya, dan persoalan nilai adalah persoalan spiritual. Dalam aksiologi, prinsip pikiran itu bertahan dan tetap berlaku. Secara etika, tindakan itu ialah yang bersesuaian dengan sifat rasional seorang manusia, karena manusia itu secara alamiah condong kepada kebaikan.
Jadi manusia sebagai subyek dalam bertingkah laku, telah memiliki potensi kebaikan sesuai dengan kodratnya, di samping adapula kecenderungan-kecenderunngan dan dorongan-dorongan kearah yang tidak baik. Tindakan yang baik adalah yang bersesuaian dengan sifat rasional (pikiran) manusia. Kodrat wujud manusia yang pertama-tama adaJah lercermm dari jlwa dan pikirannya yang disebut dengan kekuataJl potensial yang membimbing tindakan manusia menuju pada Tuhan at au menjauhi Tuhan, dengan kata lain melakukan kebaikan atau kejahatan, Kebaikan tertinggi adalah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah tingkatan ini baru kehidupan berpikir rasional.
Dalam bidang pendidikan perennialisme sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokohnya, seperti Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas. Menurut Plato, manusia secara kodrat memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan dan pikiran, Pendidikan hendaknya berorientasi pada p~tensi itu dan kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap lapisan masyarakat bisa terpenuhi.
Dengan demikian jelaslah bahwa perenialisme itu rnenghendaki agar pendidikan disesuaikan dengan keadaan manusia yang mempunyai nafsu, kemauan dan pikiran sebagaimana yang dimiliki secara kodrat. Dengan memperhatikan hal ini, maka pendidikan yang berorientasi pada potensi dan masyarakat akan dapat terpenuhi.
Ide-ide Plato ini kemudian dikembangkan oleh Aristoteles dengan lebih mendekatkan kepada dunia kenyataan, Bagi Aristoteles tujuan pendidikan adalah "kehahagiaan". Untuk mencapai pendidikan itu, maka aspek jasmani, emosi dan intelek harus di kembangkan secara seimbang. Sejalan dengan uraian di atas, Zuhairini Arikunto juga berpendapat dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, mengatakan tujuan pendi¬dikan yang dikehendaki oleh Thomas Aquinas ialah sebagai usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar menjadi aktualitas, aktif dan nyata, Oalam hal ini peranan guru adalah mengajar dan memberikan bantuan pada anak didik untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya.
Menurut Robert Hutchkins bahwa manusia adalah animal rasionale, maka tujuan pendidikan adalah mengembangkan akal budi supaya anak didik dapat hidup penuh kebijaksanaan demi kebaikan hidup itu sendiri. Oleh karenanya tujuan pendidikan di sekolah perlu sejalan dengan pandangan dasar di atas, mempertinggi kemampuan anak untuk memiliki akal sehat. Dapatlah disimpulkan bahwa tujuan dari pada pendidikan yang hendak dicapai oleh para ahli tersebut di atas adalah untuk mewujudkan agar anak didik dapat hidup bahagia demi kebaikan hidupnya sendiri. Jadi dengan akalnya dikembangkan maka dapat mempertinggi kemam¬puan akal pikirannya. Dari prinsip-prinsip pendidikan perenialisme tersebut maka perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah, perguruan tinggi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Filsafat perenialisme adalah sautau aliran dalam dunia pendidikan yang lahir pada abad 20. Kata perennial itu sendiri bermakna abadi. Perenalisme lahir sebagai reaksi terhadap pendidikan progresif yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialis artinya mundur kebelakang, ke sumber baku yang merupakan prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan zaman aksial atau abad pertengahan yang dianggap sebagai kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Perenialisme terdiri dari beberapa pandangan, yaitu sbb:
1. Pandangan menenai kenyataan
2. Pandangan mengenai nilai dan agama
3. Pandangan mengenai pengetahuan
4. Pandangan tentang pendidikan
5. Pandangan mengenai belajar

3.2 Saran
Pendidikan merupakan suatu sarana atau wadah yang memiliki nilai penting. Cintailah pendidikan ini sampai kita meraih cita-cita yang kita inginkan. Makalah ini, kami penulis yakin dan percaya masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya guna untuk kesempurnaan dari makalah ini.








DAFTAR PUSTAKA

http://fadliyanur.blogspot.com/2008/05/aliran-perenialisme.html
http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_11.html
http://nurulsyaefitri-uin-pbin-2b.blogspot.com/2008/05/1-filsafat-perenialisme.html
http://persatuan.web.id/?p=393
http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A4713_0_3_0_M